Langsung ke konten utama
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Pada dasarnya Fiqh adalah suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syariat islam berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadist yang memiliki kebenaran yang pasti, dimana kebenaran_Nya itu diyakini oleh masyarakat muslim.
      Di masa globalisasi saat ini, sudah banyak umat muslim yang melakukan sesuatu tanpa melihat ada atau tidaknya dalil atau dasar yang menyebabkan ia melakukan suatu tindakan tersebut. Padahal dapat kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dari ciptaan yang lainnya, serta menjadi khalifah di bumi ini. Akan tetapi manusia melakukan atau bertindak semaunya tanpa melihat halal atau haram, baik atau buruk, salah atau benar, dan lain sebagainya. Kebanyakan saat ini manusia hanya melakukan sesuatu atas dasar individual atau hanya mementingkan diri sendiri tanpa melihat lingkungan disekitar.
      Sehingga dapat disimpulkan bahwa kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai khalifah dimuka bumi ini seharusnya mentaati pada atura-aturan, baik tertulis maupun tidak dan atau norma-norma yang telah berlaku pada lingkungan sekitar kita. Sehingga jika kita ingin melakukan sesuatu, maka kita juga harus memikirkan apakah hal tersebut baik dan bermanfaat bagi kita. Jika kita dapat melakukan hal tersebut, semoga kita bisa menjadi muslim yang hakiki, dapat juga dinamakan sebagai manusia yang fiqh. Artinya seorang manusia yang taat terhadap aturan atau norma yang berlaku sesuai syariat islamiyah dan melakukan sesuatu dengan adanya dasar atau adanya dalil dalam Al-Quran maupun Hadist.
      Didalam ilmu fiqh ini mencakup seluruh sisi kehidupan individu mupun masyarakat, baik dari segi perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik, dan masih banyak yang lain. Sehingga kita sebagai manusia muslim wajib mempelajarinya untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk sesuai dengan syariat.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Fiqh Muamalah?
2.      Apa sajakah objek dalam Fiqh Muamalah?
3.      Apa sajakah kekhususan dalam fiqh?
4.      Apa sajakah ruang lingkup dalam Fiqh Muamalah?
5.      Apakah tujuan mempelajari Fiqh Muamalah?
6.      Apa yang dimaksud dengan Madzahib Fi Al-Fiqh?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian Fiqh Muamalah
2.      Untuk mengetahui objek dalam Fiqh muamalah
3.      Untuk mengetahui kekhususan dalam Fiqh
4.      Untuk mengetahui ruang lingkup dalam Fiqh Muamalah
5.      Untuk mengetahui tujuan mempelajari Fiqh Muamalah
6.      Untuk mengetahui maksud dari Madzahib Fi Al-Fiqh

1.4  manfaat Penulisan
1.      Dapat mengetahui pengertian Fiqh Muamalah
2.      Dapat mengetahui objek dalam Fiqh muamalah
3.      Dapat mengetahui kekhususan dalam Fiqh
4.      Dapat mengetahui ruang lingkup dalam Fiqh muamalah
5.      Dapat mengetahui tujuan mempelajari Fiqh muamalah
6.      Dapat mengetahui maksud dari Madzahib Fi Al-Fiqh









BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fiqh Muamalah
      Menurut Nazaruddin Abdul Wahid dalam bukunya Sukuk Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah bahwa fiqh adalah Format rasionalitas terhadap pelaksanaan ajaran islam yang diformulakan para mujtahid terhadap pemahaman nilai-nilai syariat yang terkandung dalam Al-Quran dan Assunah.[1]
            Pada dasarnya Fiqh adalah suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syariat islam berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadist tentang perbuatan manusia,  yang memiliki kebenaran yang pasti, dimana kebenarannya itu diperoleh dari proses ijtihad.
     Fiqh Muamalah terdiri dari dua kata, yaitu fiqh dan muamalah.
     Fiqh sendiri menurut bahasa adalah paham. Sedangkan menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti Syariah Islamiyah. Namun pada perkembangan sejaranhnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari syariah, yaitu pengetahuan tentang hukum Syariah Islamiah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.[2]
     Ada pula yang menekankan bahwa fiqih adalah hukum syariah yang diambil dari dalilnya. Namun demikian pendapat yang menarik untuk dikaji adalah pernyataan Imam Haramain bahwa fiqih merupakan pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad. Demikian pula pendapat Al-Amidi bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzadr dan istidhah).
     Hal ini menunjukkan bahwa fiqih bersifat ijtihadi atau zanni. Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan dengan kata Al-Islami sehingga terangkai Al-Fiqh Al-Islami, yang sering diterjemahkan dalam hukum islam yang memiliki cakupan yang sangat luas. Pada perkembangan selanjutnya, ulama fiqih membagi fiqih menjadi beberapa bidang, salah satunya adalah Fiqih Muamalah.
     Sedangkan pengertian Muamalah dapat dilihat daridua segi, yaitu dari segi bahasa dan segi istilah. Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata
 عَا مَلَ – يُعَا مِلُ – مُعَا مَلَةً  yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.[3] Sedangkan apabila muamalah diartikan dari segi istilah maka, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dari artiluas dan dari arti sempit.
     Dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut.
a.       Al Dimyati berpendapat bahwa muamalah adalah:

التَّحُصِيْلُ الدُّنْيَوِ ي لِيَكُوْنَ سَبَبًا لِلأْ خِرِ
“ Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi”
b.      Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
c.       Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.

     Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
     Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit adalah:
a.       Menurut Hudlari Byk.
اَلْمُعَا مَلاَتُ جَمِيْعُ الْعُقُوْدِ الْتِى بِهَا يَتَبَا دَلُ مَنَا فِعُهُمْ
“ muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya”.
b.      Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
c.       Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.
           Sehingga dari pengertian muamalah diatas dapat disimpulkan bahwa muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib di taati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.[4]

2.2 Kekhususan Dalam Fiqh
            Adapun kekhususan dalam Fiqh adalah sebagai berikut:
a.       Bagian dan bersumber dalam agama islam
            Fiqh itu adalah bagian-bagian yang bersumber dari agama islam yang cara memperolehnya dengan cara ijtihad. Dimana ijtihad itu diperoleh dari informasi-informasi yang diperoleh dari Al-Qur’an, Hadits, dan ijma’ sahabat yang membahas persoalan tersebut.
b.      Mempunyai hubungan yang erat dengan akidah dan akhlaq
            Aqidah berarti hukum-hukum atau norma-norma yang terdapat pada syariat islam, sedangkan akhlaq berarti suatu perilaku baik itu berupa perilaku buruk maupun perilaku yang baik . jika kita dibekali dengan akidah islam, maka akhlak kita akan menjadi baik, begitu juga sebaliknya.
c.       Terdiri dari dua bagian, yaitu ibadah dan muamalah
d.      Strukturnya terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits          
e.       Yang bersifat universal.



2.3 Ruang Lingkup Pembahasan
     Ruang lingkup pembahasan fiqh sangat luas, ia mencakup tentang pembahasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan diri pribadinya, atau manusia dengan masyarakat sekitar. Ilmu fiqih mencakup pembahasan tentang kehidupan dunia hingga akhirat, urusan agama ataupun negara serta sebagai peta kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua, antara lain :
a.       Hukum ibadah (fiqih ibadah) yang meliputi : tata cara bersuci, sholat, puasa, haji, zakat, nadzar, sumpah, dan aktifitas sejenis terkait dengan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
b.      Hukum muamalah (fiqih muamalah) yang meliputi : tata cara melakukan akad, transaksi, hukum pidana atau perdata dan lainnya yang terkait dengan hubungan antar manusia atau dengan masyarakat luas.
Untuk fiqh muamalah, pembahasan yang ada sangat luas, mulai dari hukum pernikahan, transaksi jual beli, hukum pidana, hukum perdata, hukum perundang-undangan, hukum kenegaraan, ekonomi dan keuanggan, akhlak dan etika.[5]
Adapun ruang lingkup fiqh muamalah dibagi mejadi dua, antara lain:
1.    Ruang Lingkup Muamalah Adabiyah
       Hal – hal yang termasuk ruang lingkup muamalah adabiyah adalah ijab dan kabul, saling meridai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang penipuan, pemalsuan penimbuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2.    Ruang Lingkup Muamalah Madiyah
Ruang Lingkup Muamalah Madiyah :
a.    Jual beli (al-ba’i)
b.    Gadai (rahn)
c.    Jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman)
d.   Pemindahan hutang (hiwalah)
e.    Jatuh bangkit
f.     Batas bertindak
g.    Perseroan dan perkongsian (syirkah)
h.    Perseroan harta dan tenaga
i.      Sewa menyewa (ijarah)
j.      Upah
k.    Gugatan (syuf’ah)
l.      Sayembara (ji’alah)
m.  Pembagian kekayaan bersama
n.    Pemberian modal (qiradh)
o.    Pembebasan, damai
p.    Beberapa masalah, seperti masalah bunga, asuransi, kredit, dan masalah lainnya.
2.4    Tujuan Mempelajari Fiqh Muamalah
              Adapun tujuan mempelajari fiqh muamalah adalah antara lain:
1.      Sebagai ketaatan kepada Syariah Allah SWT. Menurut Husein Shahhatah, dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang muslim berkewajiban memahami dan mengamalkan muamalah (ekonomi Islam) sebagai kepatuhan kepada syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari.
2.      mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial, karena Islam bukan saja ibadah dan munakahat, tetapi juga aspek-aspek lainnya, terutama ekonomi. Bila umat Islam masih bergelut dan mengamalkan sistem ekonomi ribawi dalam berbagai kegiatan ekonomi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya.
3.    menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah baik dalam mencari nafkah, berdagang atau melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah,  atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu seorang muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala, karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi.
4.      praktek ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah Swt
5.      mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam sendiri, berarti ’izzul Islam wal muslimin.
6.    mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana  yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin.
7.      mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek-proyek halal.
8.    mengamalkan ajaran ekonomi syariah akan dapat meningkatkan kesejahteraan umat dan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.

2.5    Madzahib Fi Al-Fiqh
            Sebagaimana yang telah kita ketahui , ulama madzhab yang lazim dikenal adalah Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Ahmad Bin Hanbal.
a.      Abu Hanifah (Nu’man bin Tsabit, 80- 150 H, pendiri Madzhab Hanafi)
            Beliau bernama Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha al Kuufi, dilahirkan di Paris al Ahrar tahun 80 H dan meninggal tahun 150 H. Beliau merupakan ahli fiqh Irak, pendiri Madzhab Hanafi. Beliau belajar ilmu hadist dan fiqh secara khusus dengan Hammad bin Sulaiman selama 18 tahun yang beraliran fiqh Ibrahim an-Nukha’i. Beliau ini memiliki andil yang cukup besar dalam menyebarkan Madzhab Hanafi. Yang kemudian dikembangkan dengan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (132-189 H), bersama dengan Abu Yusuf, dan Abu Hudzail dan Hasan bin Ziyad al Lu’lui.
b.      Malik bin Anas (93-179 H, pendiri Madzhab Maliki)
            Beliau adalah Imam Malik bin Anas bin Abi ‘Amir, dilahirkan pada masa Wahid bin Abdul Malik dan wafat dimasa Harun ar-Rasyid di kota Madinah. Beliau adalah seorang imam dalam ilmu hadits, dengan karaya beliau yang sangat fenomenal, yakni kitab ‘Al-Muwatta’.
c.       Muhammad bin Idris asy-Syafii (150-204 H, pendiri madzhab Syafii)
            Beliau adalah Imam Abu Abdullah, Muhammad bin Idris al-Quraisy al Hasyimi bin Abbas bin Utsman bin Syafi’. Beliau dilahirkan di Ghaza Palestina tahun 150 H, dan wafat di Mesir tahun 204 H. Beliau belajar di Makkah dengan Muslim bin Khalid al Zanji, dan diizinkan untuk memberikan fatwa pada saat berusia 15 tahun. Kemudian beliau pindah ke Madinah, belajar dengan Imam Malik. Beliau mampu menghafalkan kitab al-muwatta’ dalam waktu 9 malam.
d.      Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani (164-241 H, pendiri madzhab Hanbali)
            Beliau adalah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al Syaibani, lahir dan wafat di Baghdad pada Rabiul Awwal. Beliau memiliki perjalanan keilmuan yang cukup panjang, yakni di Kuffah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, dan Syam. Beliau juga belajar fiqh dengan Imam Syafii ketika di Baghdad.
      











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.      Pada dasarnya Fiqh adalah suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syariat islam berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadist tentang perbuatan manusia,  yang memiliki kebenaran yang pasti, dimana kebenarannya itu diperoleh dari proses ijtihad.
2.      Sehingga dari pengertian muamalah dapat disimpulkan bahwa muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib di taati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.
3.      Adapun kekhususan dalam Fiqh adalah sebagai berikut:
a.       Bagian dan bersumber dalam agama islam.
b.      Mempunyai hubungan yang erat dengan akidah dan akhlaq.
c.       Terdiri dari dua bagian, yaitu ibadah dan muamalah.
d.      Strukturnya terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits.
e.       Yang bersifat universal
4.      Ruang lingkup pembahasan, antara lain:
a.       Hukum Ibadah
b.      Hukum Muamalah
5.      Adapun ruang lingkup fiqh muamalah dibagi mejadi dua, antara lain:
a.      Ruang Lingkup Muamalah Adabiyah
b.      Ruang Lingkup Muamalah Madiyah
6.      Tujuan Mempelajari Fiqh Muamalah
                        Adapun tujuan mempelajari fiqh muamalah adalah antara lain:
a.          Sebagai ketaatan kepada Syariah Allah SWT.
b.         mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial, karena Islam bukan saja ibadah dan munakahat, tetapi juga aspek-aspek lainnya, terutama ekonomi.
c.         menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah baik dalam mencari nafkah, berdagang atau melalui bank syariah, asuransi
7.  Madzhab dalam fiqh antara lain:
a.       Abu Hanifah
b.      Malik bin Anas
c.       Muhammad bin Idris asy-Syafii
d.      Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani.



























DAFTAR PUSTAKA

            Abdul Wahid, Nazaruddin, Sukuk Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah, 2010, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
            Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah, 2008, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
            Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain, 1997, Bandung: Rajawali Pers
            Syafei, Rachmat, Fiqih Muamalah, 2001, Bandung: CV Pustaka Setia




[1] Abdul Wahid, Nazaruddin:Sukuk Memahami dan Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah (2010), Ar-Ruzz Media, Yogyakarta. Hal.24
[2] Syafei, Rachmat:Fiqih Muamalah (2001), CV Pustaka Setia, Bandung. Hal.13
[3] Suhendi. Hendi:Fiqih Muamalah Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain (1997), Rajawali Pers, Bandung. Hal.2
[4] Ibid. Hal.3
[5] Djuwaini, Dimyauddin: Pengantar Fiqh Muamalah (2008), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hal. xiv

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Fiqh Mawaris

MAKALAH FIQIH MAWARIS ( Hak-hak Terhadap Harta Peninggalan) Dosen Pengampu : Lailatul Qadariyah SHI., MEI KELOMPOK IV: Uswatun Hasanah ( 120711100001) Ikfina Himmati (120711100003) Adi Pratama (1207111000  ) Maliki (120711100089) Dini Daniyati (120711100096) Ainur Rosyida (120711100097) Fakultas/Prodi : FISIB /Hukum Bisnis Syari’ah UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal, Bangkalan – Madura KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamualaikum Wr. Wb             Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan penulis rahmat serta hidayahnya sehingga penulis berkesempatan untuk menyelesaikan makalah penulis yang berjudul “Hak-hak Terhadap Harta Peninggalan”             Dalam penyusunan makalah ini, tidak lupa  penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada dosen pengampu, orang tua, serta teman – teman  yang tidak dapat penu